Mengapa HMI Terlihat Beringas?
Selasa, 09/03/2010 09:00 WIB - Sumantri
Dalam beberapa hari terakhir ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) seakan merebut panggung gerakan, utamanya gerakan mahasiswa. Sepanjang dua hari penuh sebuah televisi menayangkan secara langsung peristiwa yang melibatkan aktivis-aktivis HMI. Dari hanya sebuah kronik di Makasar, lalu menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia, di mana cabang HMI nyaris selalu bisa ditemui.
Hanya sayang, peristiwa dimaksud adalah bentrok berkepanjangan antara aktivis HMI di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauidin Makassar dengan aparat keamanan, plus anggota masyarakat pascademo kasus Century. Kronologinya, mahasiswa yang demo di jalan depan kampus memblokir jalan tersebut. Konon sejumlah anggota masyarakat tidak terima, lalu menyerang demonstran. Bentrokan meluas. Mahasiswa yang bertahan di kampus baku lempar batu dengan aparat plus anggota masyarakat ini.
Namun, ternyata tidak berhenti sampai di sini. Sekretariat HMI diobrak-abrik aparat kepolisian berpakaian preman. Aktivis HMI ganti membalas dengan menyerbu kantor polisi terdekat dan merusaknya. Kehebohan berulang hingga seharian penuh kemudian, atau dua hari berturut-turut. Peristiwanya mirip rekaman kaset yang diputar ulang, mahasiswa yang bertahan di dalam kampus perang batu melawan sejumlah anggota masyarakat yang berjubel ribuan orang memenuhi jalan raya.
Aktivitas gerakan mahasiswa, termasuk para aktivis HMI, memang sedang giat-giatnya turun ke jalan terkait kasus bailout Century yang diduga menyeret Sri Mulyani dan Boediono. Berbagai demonstrasi, dari daerah hingga pusat, para aktivis HMI bagian dari yang paling aktif. Keuntungan tersendiri bagi HMI yang memiliki cabang sangat banyak (200 lebih) dan anggota mencapai ratusan ribu, sehingga jika digerakkan seluruhnya akan mengesankan HMI menguasai panggung perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. Modal sebesar ini tak banyak dimiliki oleh organisasi lain, termasuk yang mewadahi mahasiswa.
Tidak heran aksi solidaritas pun merebak, beberapa di antaranya diwarnai bentrok kecil-kecilan dengan aparat. Mulai dari Jakarta hingga Riau atau bahkan kota kecil macam Cianjur.
Penuh Perhitungan
Meskipun demikian, menarik mencermati adanya ribut-ribut yang melibatkan massa banyak di mana HMI menjadi aktor utamanya. HMI tidak memiliki, atau setidaknya sedikit saja, “gen” untuk bentrok apalagi pembuat onar dan kisruh macam yang terjadi di Makasar. Kecuali justru pada saat agenda-agenda internal sendiri, seperti Konfercab atau kongres yang biasa diwarnai kehebohan tertentu.
HMI dikenal sebagai organ mahasiswa yang penuh perhitungan dan selalu menimbang berbagai ekses saat melibatkan diri dalam isu-isu krusial. Pengalaman penulis, baik sebagai aktivis HMI maupun sesudahnya, tidak mudah bagi organisasi ini ikut dalam aliansi bersama organ mahasiswa lain. Untung ruginya dicermati dan dihitung betul guna menghindari organisasi tercebur atau terjebak situasi yang tak diinginkan.
Aktivis-aktivis HMI juga dibekali kemampuan retorika yang mumpuni sesuai tingkatannya. Pembahasan remeh menurut organ mahasiswa lain dapat menjadi perbincangan seru di HMI, meski berimbas pada penggunaan waktu yang berlebihan. HMI memang organisasi kader yang berkonsentrasi pada peningkatan kapasitas kader, terutama dalam hal kemampuan retorik.
Contoh sempurna produk HMI bisa kita sematkan pada sosok Anas Urbaningrum. Mantan Ketua Umum PB HMI ini dikenal sangat tenang saat menyikapi tuduhan-tuduhan paling miring sekalipun, baik pada atasannya yaitu Presiden SBY maupun Partai Demokrat, tempat dirinya bernaung. Dalam debat-debat panas di televisi, Anas selalu tampil dingin dan tak pernah terlihat meledak-ledak.
Selain itu, HMI memiliki koneksi teramat kuat dengan para alumninya yang berhimpun dalam KAHMI, organisasi alumni paling berpengaruh dibanding wadah serupa yang lain. Pengurus-pengurus HMI dari cabang sampai pusat biasanya berhubungan erat dengan sejumlah tokoh dan pejabat alumni HMI, yang biasanya berjumlah cukup banyak.
Gambaran ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa aktivis HMI bukanlah anak nakal, apalagi radikal macam aktivis dari organisasi mahasiswa beraliran kiri. HMI adalah contoh organisasi moderat dan selalu berada di tengah-tengah, sehingga terlihat kiri bagi pihak kanan, tapi juga kanan bagi pihak kiri.
Tapi, lalu kenapa belakangan HMI kelihatan beringas?
Beberapa Dugaan
Melihat latar belakang aktivis HMI yang biasanya tampil tenang, memang mengherankan, terutama bagi sesama aktivis gerakan mahasiswa, mendapati HMI dapat bertindak brutal. Mereka tiba-tiba berlaku seperti aktivis mahasiswa semasa gerakan reformasi 1998 yang tak segan bertarung fisik dengan aparat. Aktivis-aktivis HMI ini bagaikan tak mengenali lagi gennya sebagai organisasi moderat, yang secara sinis disebut oportunis.
Ada beberapa dugaan. Pertama, tempat kejadian memiliki pengaruh kuat. Makassar selama ini dikenal sebagai sumbu panas gerakan mahasiswa di mana nyaris demonstrasi diwarnai bentrokan luas. Tak pelak, HMI yang santun sekalipun terkena imbasnya. Berada dalam habitat gerakan yang terus membara, organ mahasiswa manapun terseret dalam ruang lingkup karakter yang mirip-mirip.
Kedua, seperti yang disampaikan Ketua Umum PB HMI Arip Musthopa, ada upaya kriminalisasi gerakan mahasiswa terkait kasus Century. Ada desain kelompok tertentu untuk mencoreng citra gerakan mahasiswa sebagai biang kerusuhan. Bisa ditebak, kelompok tertentu itu adalah pihak-pihak yang tidak senang kasus Century diusik terus-menerus, terutama oleh gerakan mahasiswa.
Indikasi penyerangan sekretariat HMI di Makassar yang salah satunya anggota Densus 88, bagi Arip, merupakan penanda jelas ada pihak berkepentingan agar kericuhan tak terhenti. Penyerangan itu merupakan provokasi agar peristiwa di hari sebelumnya berulang. Terlibatnya massa preman bukan warga lokal yang aktif menyerang mahasiswa sekitar kampus adalah tanda lainnya, yakni guna mengesankan masyarakat anti terhadap aksi-aksi mahasiswa.
Pilihan kenapa HMI yang disasar juga bukan tanpa alasan. Peta gerakan mahasiswa di satu sisi memang tidak lagi dikuasai komite-komite aksi independen seperti halnya di masa 1998 dan sesudahnya. Kelompok OKP tradisional macam HMI, GMNI, PMKRI dan lain-lain dengan sendirinya tampil ke depan. Di antara OKP-OKP ini, HMI merupakan organisasi paling berpengaruh.
Terlepas dari faktor-faktor eksternal tersebut, bisa jadi kebrutalan ini didorong oleh dinamika internal HMI sendiri. Setelah menikmati previlese puluhan tahun selama Orde Baru baik di kampus maupun di pemerintahan, semenjak reformasi HMI lumayan goyah dan menjadi bulan-bulanan organ mahasiswa lain yang merasa lebih proaktif menyikapi keadaan. Gejolak muda semoderat apapun pada waktu-waktu tertentu bakal terusik, manakala sejawatnya sesama aktivis mahasiswa lebih luwes melakukan respons politik.
Penguasaan kampus pun melalui BEM memudar oleh kehadiran KAMMI yang lebih terorganisasi dan sangat dominan di kampus-kampus negeri. Dengan demikian, ruang aktual HMI kian menyempit. Dengan kondisi ini, tanpa aktivitas memadai di wilayah eksternal jelas mengganggu eksistensi organisasi dan mudah dituduh terlalu tunduk pada para alumninya. Beberapa aktivis HMI mungkin saja gerah dengan kecenderungan macam begini.
Performa HMI sekarang, bahkan, tetap saja diselimuti kecurigaan akan adanya perintah dari para abang-abang KAHMI di Jakarta. Tuduhan dan kecurigaan ini tentu hanya para aktivis HMI yang bisa menjawabnya.
Oleh Joko Sumantri Mantan aktivis HMI
di Surakarta, bergiat di Komite Pusat Perhimpunan Rakyat
Pekerja, Jakarta
Senin, 17 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar